Pulau Sangiang di Kabupaten Serang menghadapi masalah serius terkait konflik agraria yang telah berlangsung lama. Ini menjadi perhatian banyak pihak karena melibatkan hak dan keadilan bagi masyarakat lokal. Sejak era Orde Baru, situasi ini menciptakan ketidakpastian dan keterpurukan bagi warga yang bergantung pada lahan mereka.
Menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Sartika, konflik agraria ini adalah contoh nyata dari kegagalan pemerintah dalam melaksanakan reforma agraria. “Masyarakat sudah tinggal di sana sejak 1950-an, namun tanah mereka justru diterbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) untuk perusahaan. Apa yang terjadi di Pulau Sangiang adalah pelanggaran hak yang serius terhadap masyarakat lokal,” ungkapnya.
Dampak Konflik Agraria Terhadap Masyarakat Lokal dan Lingkungan
Konflik agraria di Pulau Sangiang tidak hanya berdampak pada masyarakat, tetapi juga pada lingkungan sekitar. Masyarakat telah menggunakan tanah tersebut untuk bertani, melaut, dan berternak tanpa gangguan selama puluhan tahun. Namun, hadirnya perusahaan dengan HGB menyulitkan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Data menunjukkan bahwa banyak dari warga yang terpaksa meninggalkan lahan mereka dan kehilangan mata pencaharian. Persoalan ini menunjukkan bahwa pemerintah harus lebih tegas dan memperhatikan hak-hak masyarakat yang telah mengelola lahan sejak lama. Ketidakadilan ini menciptakan ketegangan sosial dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat yang mengandalkan sumber daya alam.
Strategi Penyelesaian Konflik Agraria di Pulau Sangiang dan Langkah-Langkah Selanjutnya
Dalam menghadapi konflik ini, berbagai pihak harus berkolaborasi untuk mencari solusi yang adil. Dewi Sartika menekankan pentingnya peran pemerintah lokal dalam mendukung hak-hak masyarakat dan menolak perpanjangan HGB kepada PT PKP. “Kalau ada political will, redistribusi tanah itu kepada masyarakat adalah langkah yang mungkin dilakukan,” tuturnya.
Keberanian pemerintah untuk mengambil langkah tegas akan menciptakan rasa aman bagi masyarakat. Dalam hal ini, perhatian terhadap sejarah dan penggunaan tanah yang sudah berlangsung lama harus menjadi prioritas utama. Mengedepankan kepentingan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan adalah langkah strategis yang harus diambil agar keberlanjutan hidup dan lingkungan dapat terjaga dengan baik.