PANDEGLANG – Dalam sebuah pernyataan yang mengundang perhatian, Anggota Komisi X DPR RI, Adde Rosi Khoerunnisa, berbicara mengenai isu serius yang melibatkan tiga pelajar di Pandeglang. Mereka dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian karena kedapatan membawa senjata tajam (sajam) saat merayakan kelulusan. Kejadian ini terjadi di jalan raya Panimbang-Tanjung Lesung, Kampung Batuhideung, Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang.
Tiga pelajar yang terlibat dalam kasus ini adalah RS (16), YS (17), dan S. Yang menarik perhatian adalah bahwa S kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena tidak berada di rumah saat penangkapan berlangsung. Ketiga remaja ini dikenakan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang darurat nomor 12 Tahun 1951, yang mengatur mengenai kepemilikan senjata tajam tanpa izin. Ancaman hukuman yang mereka hadapi adalah penjara selama maksimal 10 tahun.
Dalam pernyataannya, Aci—sapaan akrab Adde Rosi Khoerunnisa—menegaskan bahwa perayaan kelulusan seharusnya menjadi momen bahagia bagi para siswa. Namun, penting untuk menegaskan bahwa perayaan tidak boleh dinodai oleh perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain, seperti membawa senjata tajam. “Perayaan kelulusan adalah waktu yang patut kita syukuri, namun harus dilakukan dengan cara yang santun. Tak seharusnya merusak fasilitas umum atau mengintimidasi masyarakat,” tambahnya.
Sekalipun menyadari pentingnya tindakan tegas dari pihak kepolisian, Aci meminta agar metode restorative justice (RJ) diterapkan untuk pelajar-pelajar ini. “Mempersilakan proses hukum terus berjalan itu penting, tetapi kami berharap pengadilan juga mempertimbangkan pendekatan restoratif. Mereka masih muda dan masa depan mereka sangat panjang. Kita tidak ingin satu kesalahan di masa muda itu merusak seluruh hidup mereka,” jelasnya.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang, Aci menyatakan bahwa peran serta berbagai pihak sangat diperlukan. Terlebih, peran dari sekolah dan orangtua sangat penting untuk membimbing anak-anak kembali ke jalan yang positîf. “Sekolah perlu lebih tegas dan konsisten dalam melakukan pembinaan. Namun dalam situasi ini, keterlibatan keluarga dan aparat hukum sangat diperlukan untuk mengarahkan mereka kembali,” tegasnya.
Adde Rosi Khoerunnisa juga mengungkapkan pandangannya bahwa perilaku pelajar ini dapat dipicu oleh beberapa faktor. Di antara sebab-sebab itu adalah pencarian jati diri remaja, serta pengaruh lingkungan dan ketidaktahuan tentang hukum. Oleh karena itu, pembinaan yang baik bagi para pelajar ini sangat penting untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
“Mereka baru saja lulus dari sekolah menengah atas, belum melangkah ke dunia kerja atau pendidikan tinggi, dan masih dalam tahap mencari jati diri. Sangat mungkin mereka belum sepenuhnya memahami risiko dari tindakan yang mereka ambil,” tutur Aci, menutup pernyataan ini.
Penulis : Memed
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd