KAB. SERANG – Desa Sindanghela, yang terletak di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, memiliki reputasi yang kuat sebagai sentra produksi sapu lidi. Produk sapu lidi dari desa ini bahkan sudah menembus pasar di luar daerah, mencakup wilayah seperti Tangerang, Bekasi, hingga Karawang.
Usaha kerajinan tradisional ini adalah sumber penghidupan bagi banyak penduduk. Menariknya, sekitar 70 persen dari total penduduk Desa Sindanghela bergantung pada industri sapu lidi ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Saad, seorang pengrajin yang telah berpengalaman di bidang ini sejak ia masih duduk di bangku kelas 4 SD, adalah salah satu yang mencerminkan kehidupan para perajin di desa ini. “Usaha ini merupakan warisan dari orang tua saya. Alhamdulillah, saya telah menjalaninya selama 20 tahun,” katanya dengan penuh bangga ketika ditemui.
Lebih dari sekadar menghasilkan pendapatan, usaha sapu lidi juga berperan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Saad mengaku bahwa berkat usaha ini, ia mampu membangun rumah permanen dan memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anaknya.
Untuk memproduksi sapu lidi, bahan baku seperti lidi dan bambu biasanya diperoleh dari daerah Rangkasbitung dan Pandeglang. Namun, baru-baru ini, pasokan bahan baku mengalami kendala karena banyak pemasok yang sibuk dengan musim tanam. “Banyak warga di sana mulai fokus ke sawah, jadi mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku kami,” jelas Saad, merujuk pada kondisi terkini.
Meski menghadapi tantangan, Saad tetap berkomitmen untuk melanjutkan produksinya dengan memberdayakan tujuh warga setempat. Mereka dilibatkan dalam proses pembuatan sapu, mulai dari pelilitan lidi hingga penyelesaian akhir, yang tidak hanya membantu menjaga tradisi tetapi juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Saad dan rekan-rekannya merupakan contoh konkret bagaimana tradisi kerajinan lokal dapat bertahan dan berkembang, meski di tengah berbagai tantangan yang ada. Pengalaman Saad juga menunjukkan bahwa usaha ini lebih dari sekadar kegiatan ekonomi; ia menjadi simbol kekuatan komunitas dan penghubung antar generasi dalam melestarikan warisan budaya.
Dengan dukungan dari masyarakat setempat dan keberanian untuk beradaptasi, Desa Sindanghela berpotensi untuk terus berkembang sebagai pusat produksi sapu lidi. Ini tidak hanya akan mempertahankan kelestarian kerajinan lokal, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup para pengrajinnya.
KAB. SERANG – Desa Sindanghela, yang terletak di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, memiliki reputasi yang kuat sebagai sentra produksi sapu lidi. Produk sapu lidi dari desa ini bahkan sudah menembus pasar di luar daerah, mencakup wilayah seperti Tangerang, Bekasi, hingga Karawang.
Usaha kerajinan tradisional ini adalah sumber penghidupan bagi banyak penduduk. Menariknya, sekitar 70 persen dari total penduduk Desa Sindanghela bergantung pada industri sapu lidi ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Saad, seorang pengrajin yang telah berpengalaman di bidang ini sejak ia masih duduk di bangku kelas 4 SD, adalah salah satu yang mencerminkan kehidupan para perajin di desa ini. “Usaha ini merupakan warisan dari orang tua saya. Alhamdulillah, saya telah menjalaninya selama 20 tahun,” katanya dengan penuh bangga ketika ditemui.
Lebih dari sekadar menghasilkan pendapatan, usaha sapu lidi juga berperan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Saad mengaku bahwa berkat usaha ini, ia mampu membangun rumah permanen dan memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anaknya.
Untuk memproduksi sapu lidi, bahan baku seperti lidi dan bambu biasanya diperoleh dari daerah Rangkasbitung dan Pandeglang. Namun, baru-baru ini, pasokan bahan baku mengalami kendala karena banyak pemasok yang sibuk dengan musim tanam. “Banyak warga di sana mulai fokus ke sawah, jadi mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku kami,” jelas Saad, merujuk pada kondisi terkini.
Meski menghadapi tantangan, Saad tetap berkomitmen untuk melanjutkan produksinya dengan memberdayakan tujuh warga setempat. Mereka dilibatkan dalam proses pembuatan sapu, mulai dari pelilitan lidi hingga penyelesaian akhir, yang tidak hanya membantu menjaga tradisi tetapi juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Saad dan rekan-rekannya merupakan contoh konkret bagaimana tradisi kerajinan lokal dapat bertahan dan berkembang, meski di tengah berbagai tantangan yang ada. Pengalaman Saad juga menunjukkan bahwa usaha ini lebih dari sekadar kegiatan ekonomi; ia menjadi simbol kekuatan komunitas dan penghubung antar generasi dalam melestarikan warisan budaya.
Dengan dukungan dari masyarakat setempat dan keberanian untuk beradaptasi, Desa Sindanghela berpotensi untuk terus berkembang sebagai pusat produksi sapu lidi. Ini tidak hanya akan mempertahankan kelestarian kerajinan lokal, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup para pengrajinnya.